Sinergi Media Massa dan Media
Sosial
Masih ingat Pak
Amir? Sosok fenomenal yang baru-baru ini membuat geger dunia media sosial
(medsos) karena tingkahnya yang di luar kebiasaan. Mengaku berjalan kaki dari
Sumatera, mengunjungi ibunya yang berada di Banyuwangi (Jawa), sebagai nazar
atas kesembuhannya dari sakit yang dideritanya. Entah siapa yang pertama kali
memulainya, yang jelas jagat medsos ramai memberitakannya hingga mengundang
simpati. Tidak hanya pernyataan dukungan di medsos, warganet dan pegiat medsos
ikut memberikan dukungan dalam bentuk tindakan nyata, mulai dari mengawal
perjalanannya, memberi bekal perjalanan, hingga memberikan sedekah ala
kadarnya. Bahkan, aparat keamanan pun ikut menunjukkan dukungannya dengan
memberikan pengamanan atas perjalanannya. Singkatnya, dalam waktu sekejap ia
berubah menjadi selebriti medsos karena perilaku yang tidak biasa itu.
Belakangan
kemudian dunia medsos pun ramai dengan berita yang meragukan kebenaran perjalanan
Pak Amir itu. Ada sebagian pelaku medsos yang mengungkap berbagai bukti bahwa
perjalanan Pak Amir yang katanya dari Sumatera ke Jawa itu bohong belaka.
Medsos pun mulai ragu. Sebagian percaya kabar itu, tapi tidak sedikit yang
mencibir. Akhirnya, keraguan itu pun terkuak oleh medsos sendiri, dengan
mengunggah pernyataan Pak Amir bahwa apa yang ia lakukan memang bohong. Setelah
itu, kasus ini selesai.
Kejadian ini
menunjukkan betapa medsos mampu menjadi kekuatan dalam memusatkan perhatian
publik akan suatu hal. Tidak hanya kemasifannya, namun juga kecepatannya yang
mampu menjadikan segala hal menjadi pusat perhatian masyarakat. Fenomena Pak
Amir ini menunjukkan begitu kuatnya medsos menjadikannya perhatian publik dalam
waktu singkat. Tapi, dalam waktu singkat pula medsos mampu mengakhiri sendiri
isu yang diangkatnya. Setelah itu selesai.
Dalam banyak hal
medsos seolah menjadi kekuatan baru dalam dunia informasi. Sebelum hadirnya
internet dan medsos, informasi relatif dikuasai media massa (pers) dalam bentuk
media cetak (koran, majalah, tabloid) maupun elektronik (televisi, radio).
Publik seolah menjadi subjek pasif saja bagi media massa dalam mengkonsumsi
informasi. Namun, begitu medsos hadir, kekuatan masif dalam pengelolaan
informasi mulai bergeser dari pers ke media sosial meskipun tidak mutlak. Dalam
banyak hal, medsos bahkan menjadi pengimbang media utama dalam penyajian
informasi. Masyarakat yang menjadi pelaku media sosial kini justru dapat
menjadi pengontrol media utama. Jika media utama tidak hadir dalam penyajian
informasi publik, medsoslah yang menjadi alternatif.
Fenomena medsos
ini dapat menjadi ancaman sekaligus peluang bagi media massa. Menjadi ancaman
jika media massa tidak mampu memenuhi ekspetasi masyarakat dalam mendapatkan informasi
yang benar. Karena kemudahan dalam mengakses informasi, para pelaku medsos
mampu menjangkau sumber informasi secara mandiri dan menyebarkannya untuk
menjadi isu bersama. Dengan langkah ini medsos justru dapat mengontrol pers. Namun,
ini juga menjadi peluang bagi pers jika mampu mensinergikan kerja medsos dengan
pola kerja yang berlaku bagi pers. Kerja pers sesungguhnya menjadi lebih ringan
dalam pengelolaan informasi. Sinergi antara pers dan medsos dapat menjadi
kekuatan dalam penyajian informasi yang cepat dan akurat.
Satu kelemahan
yang dimiliki media sosial adalah ketidakmampuannya dalam menjamin
akuntabilitas informasi yang disebarkannya. Sehingga, dengan sendirinya medsos
tidak mendapat legitimasi sebagai pembawa berita yang dapat
dipertanggungjawabkan. Publik akan resisten terhadap informasi yang diperoleh
dari medsos. Hal ini dapat dipahami mengingat pelaku medos adalah
pribadi-pribadi dengan berbagai latar
belakang, termasuk tingkat literasi medsosnya. Literasi ini menjadi penentu kualitas
informasi yang disajikan medsos. Dalam banyak kasus, medsos justru menjadi
tempat subur bagi tumbuhnya hoaks (hoax)
atau berita tidak benar/palsu.
Sebaliknya, perusahaan
pers memiliki prosedur tersendiri dalam pengelolaan informasi. Prosedur ini
menjadi penentu kualitas informasi yang dihasilkannya. Selain menjadi tuntutan
ideal, pers sangat berkepentingan dengan akurasi informasi yang disajikannya.
Sebab, jika pers tidak menyajikan informasi dengan benar, reputasinya akan turun
di mata publik, lebih-lebih di era medsos ini. Dari segi komersil, hal ini tentu
akan sangat merugikan perusahaan pers.
Sinergi antara
pers dengan medsos menjadi cara yang ideal dalam rangka menyajikan informasi yang
benar, dan tentu saja untuk mendukung bonafiditas pers itu sendiri. Informasi
yang menjadi isu publik melalui medsos dapat segera ditangkap dengan membuat
forum resmi yang diprakarsai pers. Inilah kekuatan lain pers. Ia mampu
menghadirkan ruang resmi dan mendapat legitimasi untuk menjadi penyambung
aspirasi publik. Dengan demikian, isu publik yang semula diragukan kebenarannya
akan memperoleh legitimasi sebagai informasi yang dapat dipertanggugjawabkan.
Mohammad Fadil
Instruktur di UPT Bahasa
Universitas Jember dan pegiat medsos
=========================
Isi tulisan ini sudah dimuat di Harian Radar Jember, 11 Maret 2019. Ucapan terima kasih kepada Mahbub Djunaidi atas segala masukannya yang memperkaya wawasan saya akan dunia pers..